Antara Cap dan Integritas Hukum Desa

Edukasi Moral

Candra Irawan, S., S.IP

Oleh: Candra Irawan. S., S.IP
Pemerhati Hukum Desa dan Tata Pemerintahan


Dalam dinamika pemerintahan desa, tidak jarang kita mendengar persoalan administratif yang seolah dianggap remeh, padahal secara hukum memiliki konsekuensi berat.

Salah satu contohnya adalah penyalahgunaan cap lembaga desa seperti cap Badan Permusyawaratan Desa (BPD) oleh pihak yang tidak berwenang.

Banyak yang belum menyadari bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat.

Pasal ini jelas mengatur bahwa siapa pun yang membuat atau menggunakan surat palsu dengan tujuan agar dianggap sah, dapat dikenai hukuman penjara hingga enam tahun.

Bahkan pemakaian surat palsu oleh orang lain pun, bila disengaja dan menyebabkan kerugian, tetap masuk dalam jerat pidana.

Cap atau stempel bukan hanya simbol administratif. Ia merupakan tanda otentik dari keputusan sebuah lembaga.

Ketika sebuah surat ditempeli cap BPD, maka secara hukum surat tersebut seolah mendapat legitimasi dari seluruh anggota BPD—meski kenyataannya belum tentu demikian.

Inilah yang membuat penyalahgunaan cap menjadi persoalan serius.

Jika seseorang yang bukan anggota BPD menggunakan cap tersebut untuk mengesahkan surat tertentu tanpa sepengetahuan lembaga, maka ia telah memalsukan otoritas publik.

Sering kali, masalah ini muncul dalam lingkup kecil seperti desa. Namun dampaknya bisa sangat besar mulai dari pengambilan keputusan ilegal, manipulasi kebijakan, hingga potensi konflik horizontal antarwarga.

Jika tidak ditindak tegas, hal ini bisa menjadi kebiasaan buruk yang merusak tatanan pemerintahan desa dari dalam.

Pemerintah desa, kecamatan, dan aparat penegak hukum seharusnya tidak menyepelekan persoalan ini.

Pasal 263 KUHP adalah instrumen hukum yang bisa digunakan untuk menegakkan keadilan, menjaga transparansi, dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang semena-mena atas nama lembaga.

Sudah saatnya masyarakat desa melek hukum. Mereka perlu tahu bahwa setiap tindakan yang menyangkut dokumen resmi, apalagi yang menggunakan cap dan tanda tangan lembaga desa, wajib melalui mekanisme yang sah.

Jika ada pihak yang menyalahgunakan kewenangan atau menggunakan cap lembaga tanpa hak, maka masyarakat bersama pemerintah desa punya hak untuk melaporkan ke pihak kepolisian agar diproses sesuai hukum yang berlaku.

Pasal 263 KUHP adalah pengingat bagi kita semua bahwa integritas dokumen publik bukan soal legalitas semata, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan. Cap hanyalah alat, tapi jika disalahgunakan, ia bisa menjadi bukti kejahatan.

Desa bukan wilayah tanpa hukum. Dan lembaga desa bukan milik pribadi, tapi milik seluruh rakyat desa yang harus dijaga marwah dan kehormatannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *