Bentengpos.id – Urgensi sosialisasi masalah Agraria harus dilakukan secara continue guna menyadarkan masyarakat untuk tidak lalai dalam melekatkan status hukum terhadap harta berupa tanah untuk melindungi agar tidak terjadi konflik dikemudian hari.
Bayu Purnomo Saputra penasehat hukum Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi (DPD LAKI) Provinsi Bengkulu, menanggapi persoalan umum ditengah masyarakat soal banyaknya konflik agraria yang terjadi baik ditingkat Pusat, Daerah, di Kabupaten/Kota hingga Kecamatan maupun di Pedesaan.
Konflik agraria ini mengacu pada ketidakjelasan, minimnya pengetahuan, maupun kurangnya informasi soal dampak yang berkepanjangan bila tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah atas tanah yakni sertifikat tanah.
Konflik agraria merupakan konflik yang berhubungan dengan tanah. Konflik agraria terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah penguasaan atas tanah serta perebutan sumber daya alam, dan lain sebagainya.
Reforma agraria merupakan tugas Pemerintah yang harus dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga terkait. Sehingga harus ada sinergi antara Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah serta instansi terkait dalam proses pelaksanaannya.
Bukan hanya menerima pengaduan masyarakat, pendaftaran serta hal lain yang berhubungan dengan administrasi tanah saja, melainkan tugas wajib memberikan informasi kepada masyarakat melalui sosialisasi rutin khususnya dipelosok negeri, kabupaten hingga pedesaan.
Reforma Agraria secara fundamental memberikan program-program yang dapat menuntaskan masalah kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan kesejahteraan dengan kemandirian pangan nasional, meningkatkan produktivitas tanah, memberikan pengakuan hak atas tanah yang dimiliki baik secara pribadi, negara, dan tanah milik umum.
Pendaftaran tanah merupakan bentuk mewujudkan tertib administrasi, tertib hukum dan memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia. Penyelenggaraan pendaftaran tanah akan menghasilkan suatu produk akhir yaitu berupa sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas tanah.
Maka, disini peran Pemerintah Pusat, Daerah, dan Desa sangatlah penting untuk bersinergi dalam memberikan sosialisasi rutin terhadap persoalan agraria, guna mewujudkan ketentraman dan keamanan bagi masyarakat itu sendiri.
Konflik agraria tidak pernah akan habis bila pemerintah tidak memperhatikan persoalan ini.
Soal lahan kawasan hutan maka semua negara dulunya hutan, namun dengan adanya perkembangan zaman, maka hutan digunakan oleh masyarakat untuk tumbuh berkembangnya manusia yang beragam macam memiliki kearifan lokal, budaya hingga adat istiadat yang digunakan turun temurun dari zaman ke zaman.
Pada 24 September 1960, RUU tersebut disahkan sebagai UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. UUPA 1960 lahir atas semangat perlawanan terhadap kolonialisme yang telah merampas hak asasi rakyat Indonesia melalui Agrariche Wet 1870.
Karena memasuki zaman pemerintahan dan lahirnya Undang- Undang tersebut, maka disitulah kebutuhan hukum dapat difungsikan dengan alih fungsi lahan atau disebut juga sebagai konversi lahan merupakan perubahan sebagian atau seluruh fungsi lahan dari fungsi semula menjadi fungsi yang lain.
Dan memengaruhi lingkungan dan potensi lahan itu sendiri alih fungsi lahan terjadi karena manusia memerlukan lebih banyak lahan untuk memenuhi kebutuhannya, seiring dengan berkembangnya zaman dan populasi. Alih fungsi lahan hutan adalah pembukaan hutan (deforestasi) untuk menggunakan lahan bagi tujuan tertentu.
Jadi, dalam hal ini, peran Pemerintah sangat penting untuk menjalankan tugas dalam menata yang tidak tertata, memberikan pemahaman melalui sosialisasi terhadap masalah agraria dipelosok negeri.
Agar tidak terjadi bentrok masyarakat dengan Perusahaan, bentrok masyarakat dengan Pemerintah/Negara, atau mayarakat dengan masyarakat, hal ini karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap masalah agraria.
Masalah agraria ini dapat diselesaikan oleh Negara tanpa harus melalui jalur pengadilan, bila negara peduli dengan warga negaranya, dan warga negaranya juga tidak memaksakan kehendak untuk memiliki yang bukan miliknya.
Dan terlebih lagi peran BPN serta Pemerintah dan Kepala Desa juga harus memperhatikan persoalan agraria diwilayahnya, sehingga tidak ada lagi yang memiliki surat berlapis- lapis yang menyusahkan warganya.
Pemerintah dalam penegakan hukum juga harus punya kepastian hukum terhadap oknum mafia tanah, agar hukum benar- benar ditegakkan untuk memenuhi kebutuhan warganya untuk mengadu dalam persoalan tanah yang diserobot atau yang melakukan penerbitan SKT/Sertifikat tanah berlapis.
Yang akibat hukumnya terjadi tumpang tindih, sehingga tidak ada lagi warga/masyarakat yang terdzolimi atas persoalan konflik agraria tersebut jika hukum benar- benar ditegakkan.
Thіs is my first time go to see at here and i am genuinely pleassant tօ reaⅾ all at sіngle
place.