DPD LAKI Bengkulu, Tanggapi Aksi Demontrasi Soal Tolak Pj Kepala Daerah

Edukasi Hukum

Bentengpos.id – Penasehat Hukum (PH) DPD LAKI Bengkulu, menanggapi persoalan aksi demontrasi soal penolakan Pj Kepala Daerah yang tidak pro atas keinginan masyarakat.

Negara harus dengar suara rakyat atas insident penunjukan PJ yang diluar dugaan, sehingga tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Demokrasi bukan hanya sekadar kompetisi antar aktor politik, melainkan lebih kepada mendengarkan suara rakyat, proses demokrasi adalah proses yang panjang, dan bukan hanya menjadi tugas negara, tapi juga tugas rakyat.

Dalam hal bernegara rakyat harus dilibatkan dalam mengubah tranformasi negara, tentang transforming the state, Bagaimana negara belajar lebih responsif terhadap keinginan rakyat itu sendiri, bukan egois dalam mengambil kebijakan yang tidak diinginkan oleh rakyatnya.

Negara merupakan organisasi yang punya kewenangan luas untuk mengatur hal yang berhubungan dengan masyarakat dan punya kewajiban untuk mensejahterakan, mencerdaskan, dan melindungi kehidupan rakyat.

Untuk dapat mensejahterakan, mencerdaskan, dan melindungi kehidupan rakyatnya. Sebuah negara tidak muncul secara langsung atau tidak langsung terbentuk.

Karena ada beberapa syarat yang harus terpenuhi suatu negara agar layak disebut sebagai Negara yang sebenarnya. Syarat-syarat tersebut biasa kita sebut dengan unsur-unsur terbentuknya Negara.

Unsur terbentuknya suatu negara terdiri dari dua bagian, yaitu unsur konstitutif (pokok) dan unsur deklaratif (tambahan).
Secara umum dapat dinyatakan fungsi negara ialah:

Menegakkan keadilan melaui lembaga-lembaga peradilan yang sesuai dengan undang-undang, Mengusahakan kemakmuran, kesejahteraan, serta keadilan bagi rakyatnya.

Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah hal-hal buruk dalam masyarakat.

Dalam kasus ini negara berperan sebagai stabilisator, yakni pihak yang menstabilkan keadaan di masyarakat, Mempertahankan tegaknya kedaulatan negara serta mengantisipasi kemungkinan adanya serangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup negara.

Dalam Undang- Undang memang memberikan hak istimewa atau prerogatif kepada Presiden RI, terlebih lagi dalam hal untuk menentukan ketetapan mengisi kekosongan kepala daerah dalam hal ini adalah gubernur, dan kemudian didelegasikan kepada Mendagri untuk bupati dan wali kota sebagai Pj/Plt Daerah.

Ketika bicara masalah otonomi daerah, Kewenangan pemerintah pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan, dan fungsi pemberdayaan.

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat.

Secara konseptual, tujuan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.

 Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu
upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan DPRD.

2. Tujuan administratif
dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dengan daerah, termasuk pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah, serta sumber keuangan.

3. Tujuan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kembali menyimak persoalan ketidak relevannya dalam pengambilan putusan yang tidak demokrasi terhadap hasil penjunjukan serta penetapan Pj kepala daerah tersebut, yang pada akhirnya berujung aksi demontrasi diberbagai lini, maka pemerintah wajib mendengarkan aspirasi rakyat untuk mengedepankan prinsip demokrasi.

Artinya, aksi demo itu merupakan wujud dari sikap protes atas hilangnya hak demokrasi yang terabaikan.

Hal ini adalah keterlibatan masyarakat itu setidaknya diakomodasi melalui representasi DPRD untuk pengusulan siapa pemimpin yang diinginkan oleh rakyatnya.

Pengusulan tersebut berdasarkan hasil demokrasi daerah dimana pengusulan tersebut merupakan bentuk keinginan masyarakat siapa yang diinginkan sebagai pemimpinya.

Namun, dalam hal ini kemendagri mengusulkan nama- nama PJ kepala daerah untuk memimpin kekosongan daerah dalam menjalankan kestabilan pemerintahan daerah tersebut yang tidak diinginkan oleh masyarakat daerah tersebut, sehingga nama- nama yang diusul melalui DPRD terkesan tidak diindahkan oleh pemerintah pusat.

Maka, dalam hal ini terjadilah penolakan diberbagai daerah, sehingga terjadinya aksi demontrasi yang belum meredam hingga sampai saat ini.

Negara wajib mendengarkan suara rakyat, Peran pemerintah sangat penting dalam mencegah terjadinya konflik sosial ditengah- tengah masyarakat, itu perlu didasari kebijakan, seperti yang diamatkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan Konflik Sosial.

Hal ini, Kebijakan tersebut dilakukan untuk Memelihara kodisi damai dalam masyarakat, Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, Meredam potensi konflik dan Membangun sistem peringatan dini (Early Warning System).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
NOMOR 4 TAHUN 2023 Tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota, Dalam BAB II
Persyaratan, Pengusulan, Pembahasan, dan Pelantikan Bagian Kesatu Umum Bagian Ketiga.

Pengusulan, Pembahasan dan Pelantikan Pj Gubernur, tertuang dalam Paragraf 1, Mengenai Pengusulan Pj Gubernur, Dalam Pasal 4

(1) Pengusulan Pj Gubernur dilakukan oleh:
a. Menteri; dan
b. DPRD melalui Ketua DPRD provinsi, Dalam pengusulan yang dimaksud, sudah jelas pengusulan tersebut sebagai dasar pengusulan yang dilakukan oleh DPRD secara demokrasi dan terbuka , sehingga mempunyai kewenangan dalam pengusulan Pj kepala daerahbyang dimaksud.

Lalu, bagaimana pengusulan nama – nama tersebut yang sudah dilakukan, namun tidak dindahkan? Dan pada akhirnya nama yang tidak terdaftar dari nama yang diusulkan ternyata masuk nominasi penunjukan langsung oleh pemerintah pusat.

Artinya DPRD Kabupaten, Kota, maupun Provinsi serta masyarakat menggunakan frasa ” Percuma”, nama yang sudah diusulkan, akan tetapi tidak termuat dalam penunjukan secara demokrasi, justru yang tidak diusul malah ditunjuk sebagai Pj kepala daerah.
“What’s Up”.

Menanggapi persoalan tersebut langkah berdemontrasi merupakan bentuk kewajaran dari rasa kekecewaan terhadap peraturan tersebut, sehingga terkesan untuk apa diusulkan kalau sudah ada pesertanya.

Menanggapi aksi demo diberbagai daerah, justru pemerintah wajib mendengar suara rakyat, dan perlu dievaluasi kembali untuk keutuhan bangsa dan negara.

Kalau presiden punya kewenangan besar untuk mencabut suatu keputusan (Beschikking), maka demi keutuhan bangsa dan bernegara, maka presiden melalui menteri bisa saja dapat mencabut, membatalkan semua aspek disegi peraturan/ pun ketetapan yang ada atas nama rakyat.

Dan jangan sampai menyusahkan rakyat atas peraturan yang dibuat tersebut, sehingga rakyat/ masyarakat disusahkan ketika harus menolak ketimpangan/ketidak sesuaian atas peraturan/ keputusan/ ketetapan tersebut dengan cara melalui sistem peradilan.

Presiden dalam hal ini melalui menteri, mungkin bisa saja mencabut SK PJ kepala daerah yang sudah disahkan untuk digantikan dengan PJ kepala daerah yang baru atas keinginan rakyat melalui perwakilan rakyat yakni DPRD.

Karena PJ kepala daerah yang ditunjuk melalui mendagri sifatnya sementara untuk mengisi kekosongan kepala daerah,

Oleh karenanya kepemimpinan itu bukan lahir dari suara rakyat yang mana mekanisme kepemimpinannya bukan melalui tahapan pemilu berdasarkan kontestasi pilkada. Sehingga PJ kepala daerah sewaktu – waktu dapat berhenti ataupun diganti oleh presiden melalui menteri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *